Suatu
hari, di suatu senja langit sore dengan suasana keindahan alam perkampunganku
yang masih terlihat sama dan terasa sejuk serta damai. Dari ufuk barat, terlihat
panorama cahaya mentari yang berwarna kemerah-merahan semakin menghiasi langit
di kampung pedesaanku. Sungguh, aku sangat bahagia karena kerinduanku akan
kampung masa kecilku kini telah tersampaikan. Bersama tiupan angin sore yang
berhembus, aku berjalan pelan-pelan menyusuri jalan-jalan kecil dikampung
pedesaanku. Dengan riang, aku berjalan sembari merentangkan kedua tanganku, seraya
kemudian memejamkan kedua mataku untuk merasakan kesegaran dan kesejukan udara
yang masih alami kurasakan ditempat tinggalku dimana aku dilahirkan dulu, yaitu
di Desa Bulukerto tercinta. Namun seketika dimana aku hendak berjalan menuju
kerumahku dipersimpangan jalan tanpa sengaja aku berpapasan dengan kakek yang
dulu hingga sekarang menemaniku bermain. Satu hal yang tiba-tiba mengingatkanku
adalah saat kakek menemaniku melihat kesenian kuda lumping. Padahal waktu itu
aku sudah bersekolah Taman Kanak-kanak, akan tetapi kakek selalu menggendongku.
Tanpa lelah kakek selalu mengajakku melihat berrbagai macam kesenian yang
sering ditampilkan di Desaku.
Salah
satunya adalah kesenian Kuda Lumping yang selalu ditampilkan setiap satu bulan
sekali pada hari jumat legi yang konon katanya untuk melestarikan budaya lokal
nenek moyang kami agar para generasi penerus tetap melstarikannya dan tidak
melupakan serta mengenalkan kepada anak cucunya. Tarian Kuda Lumping biasanya
ditampilkan oleh penari laki-laki yang membawa Kuda yang terbuat dari anyaman
Bambu. Mula-mula si penari menari secara serempak yang diiringi musik gamelan.
Lama kelamaan penari ini mengalami kesurupan yaitu sebuah fenomena disaat
seseorang berada di luar kendali dari pikirannya sendiri atau karena kekuatan
gaib yang merasuk ke dalam jiwa seseorang. sehingga mereka bertindak yang
aneh-aneh sebab tak sadarkan diri. Ada yang makan beling atau kaca, gelas,
bunga, dan api. Tapi itulah keunikan dari pertunjukkan kesenian kuda lumping. Pada
saat penari mengalami kesurupan, maka
penonton semakin heboh menyaksikannya. Aku dan kakek pun enggan
meninggalkan tempat hingga pertunjukkan berakhir. Lamunanku tentang masa kecil
bersama kakek tiba-tiba terhenti ketika suara Adzan dari Surau seberang
berkumandang. Aku pun beranjak pulang mengikuti langkah kakek dari belakang.
Tiba-tiba tak terasa senja langit
sore telah berganti dengan gelapnya malam. Kakek pun menyuruhku untuk sesegera
mungkin kembali kerumah agar ibuku tak khawatir mencariku. Sebelum aku kembali
kerumah, kakekku berpesan agar aku meminta izin kepada ibuku karena besok akan
mengajakku menyusuri tempat-tempat yang mempunyai nilai sejarah kearifan lokal
desaku tercinta ini. Aku semakin penasaran dan tidak sabar menunggu datangnya
pagi. Karena ada banyak pertanyaan yang memenuhi otakku dari dahulu yang akan
aku tanyakan kepada kakekku.
Kakek Darmadji adalah nama kakek
kesayanganku yang lahir sebelum
kemerdekaan bangsa Indonesia. Beliau adalah salah satu tokoh masyarakat yang tentu
saja mengetahui betul sejarah Desa bulukerto dan juga asal usul tempat-tempat
sejarah didesa ini. Kakekku adalah sesosok yang selalu disegani oleh para warga
desa Bulukerto karena beliau sudah dianggap sebagai sesepuh desa Bulukerto.
Walaupun seluruh uban sudah menutupi kepala kakek, akan tetapi hal itu tidak
mengalahkan semangat kakek untuk terus mempertahankan dan melestarikan budaya
serta adat istiadat desa kami. Beliau selalu berperan aktif dalam berbagai
kegiatan yang bertujuan melestraikan budaya lokal. Dengan begitu warga dan generasi
penerus desa tidak akan melupakanya.
Pagi yang cerah pun telah tiba, saat
yang kunanti-nantikan berjalan bersama kakek akan segera terwujud. Aku semakin
tidak sabar lagi menunggu kedatangan
kakek. Sebelum beranjak pergi, tidak lupa secangkir teh hangat dan sepotong
roti coklat telah mengisi perutku yang kosong. Sesegera mungkin kuikatkan tali
sepatuku dan kubawa tas dipundakku karena kakek telah menjemputuku. Lalu dengan
riang hati kulangkahkan kakiku bersama Kakek Darmadji menyusuri jalan
perkampungan. Udara yang masih sejuk dan embun yang menempel di dedauan
menambah semangat kita untuk terus melangkahkan kaki. Jalan perkampungan sawah
yang masih asri dengan berbagai macam sayur sayuran melengkapi keindahan
kampung desaku.
Langkah
kami pertama yaitu menuju Pendopo kasepuhan yang berada di desa kami yaitu Desa
Bulukerto tepatnya di Dusun Buludendeng. Saat aku sampai kesana aku sangat
terkejut dengan tempat tersebut karena pendopo tersebut memiliki banyak lukisan
yang dikelilingi udara sejuk sepoi karena terdapat pohon yang sangat besar yang
menutupi seluruh halaman pendopo tersebut. Aku pun duduk dibawah pohon besar
dengan kakek sambil beristirahat menikmati kesejukkan udara yang menenangkan
percakapan kami. Kemudian aku bertanya kepada kakek,”kek? Apakah kakek
mengetahui tentang sejarah berdirinya pendopo kasepuhan ini?” kakekpun menjawab
dengan tegas, ”oh,ya jelas tau nak”,sambil tersenyum senang. Akupun semakin
tidak sabar mendengar kakek bercerita, sesegera mungkin aku menyuruh kakek
bercerita.
Kakek
pun bercerita, ”Pada zaman dahulu, terdapat seorang pejabat Kerajaan Majapahit
yang bertugas turun ke desa-desa dan ke pelosok-pelosok. Pejabat kerajaan
terserabut bernama “Mbah Jagal Abilowo”. Pada suati hari Mbah Jagal Abilowo melaksanakan
perjalanan untuk turun ke desa-desa. Di tengah-tengah perjalanan beliau turun ke desa-desa, beliau berhenti dibawah
pohon besar untuk beristirahat. Pohon besar tersebut bernama pohon bulu. Dalam
melepas rasa lelah dan penat dipohon bulu yang besar tersebut, beliau sangat
senang dan nyaman berada disitu. Dan pada akhirnya Mbah Jagal Abilowo membuat
suatu gubug gedek (rumah bambu) di samping pohon bulu tersebut untuk dijadikan
tempat tinggalnya. Setelah beberapa tahun kemudian Mbah Jagal Abilowo tinggal
digubug gedek tersebut. Namun ada kejadian aneh yang menimpa keluarga Mbah
Jagal Abilowo. Kejadian tersebut adalah pada
suatu hari istri Mbah Jagal Abilowo pergi ke pasar. Sebelum beliau pergi ke pasar,
istri Mbah Jagal Abilowo berkata kepada anaknya yang tertua yaitu “ tolong
adikmu dirumat ” (tolong adikmu dirawat untuk dimandikan). Karena anak yang tertua tadi masih polos dan
lugu, dia berpikiran bahwa ibunya berpesan untuk dirumat dengan cara dipegang
lalu dideplok atau ditumbuk didalam suatu lumpang dengan menggunakan alu.
Setelah itu adiknya ditumbuk dan dihancurkan lalu dimasak untuk dijadikan lauk
pauk berupa dendeng atau olahan daging yang telah dipipihkan dengan cara
ditumbuk. Selang beberapa jam ibunya pun datang dari belanja di pasar dan
memasak untuk makan keluarganya. Setelah selesai masak, ibunya segera memanggil
anak-anaknya untuk diajak makan bersama-sama. Makan besar pun telai selesai dan
perut pun terasa kenyang. Dan tiba-tiba Mbah Jagal Abilowo bertanya kepada
anaknya yang tertua “Dimana adikmu?” dan dengan polosnya anak tertua tertua
tersebut menjawab bahwasanya adiknya telah dirumat atau dimasak untuk makan.
Mendengar jawaban dari anak yang tertua tadi ayahnya terkejut dan marah sekali
melihat anaknya menjadi dendeng. Dalam kemarahan yang sangat membara itu, Mbah
Jagal Abilowo melempar lumping dan alu yang digunakan anaknya untuk menumbuk
adiknya menjadi dendeng. Lumping dan alu yang telah dilempar tersebut jatuh
didusun payan desa punten dan alunya telah berubah menjadi sebuah pohon yang
disebut pohon po. Dan tempat tinggal Mbah Jagal Abilowo bersama keluarganya
sekarang menjadi pendopo kasepuhan ini.” “begituah ceritanya nak asal mula
dinamakan dusun Buludendeng”. Aku pun menjawab, ”terima kasih kakek” dengan
tersenyum manja aku mengatakanya. Kata kakekku pohon tempat aku bersandar
dengan kakekku sekarang adalah pohon yang telah ditempati Mbah Jagal Abilowo
untuk beristirahat waktu itu. Dan gubug atau rumah bambu Mbah Jagal Abilowo
yaitu sekarang yang telah dijadikan pendopo kasepuhan ini.
Aku
sungguh bangga dengan kakekku ini. Beliau masih ingat betul kejadian pada tahun lalu berlalu. Tidak ada satupun
yang tidak beliau ceritkan kepadaku, bahkan tidak ada kata lelah untuk terus
melangkah bersamaku dan berbagi ilmu menceritakan sejarah dan budaya desa
tercintaku ini. Sambil menyantap pisang goreng yang dibawakan ibu, Kakek Darmadji
melanjutkan bercerita tentang asal usul pendopo kasepuhan di Dusun Buludendeng,
Desa Bulukerto. Pendopo yang sudah direnovasi sejak tanggal 23 November 2006
ini memiliki lokasi yang sangat strategis. Berada ditengah-tengah Dusun dan
perkampungan. Pendopo kasepuhan ini juga
dipakai untuk menyimpan kuda lumping milik kesenian Desa Bulukerto. Aku telah
melihat tempatnya ditaruh disebelah pohon besar tersebut.
Aku masih asyik mendengar cerita
kakek. Sambil tertawa kakek bilang kepadaku,”Ingat ta kamu nduk, waktu kamu
nagis minta naik kepala barong?” Dengan nada ringan aku menjawab “Tentu saja
ingat kek, waktu itu aku tidak berhenti menangis sebelum naik kepala barong”. ”Iya
nduk kalau sudah muter-muter naik kepala barong kamu baru mau turun” hahahaha
Kakek Darmadji tertawa lepas.
Pendopo kasepuhan ini selalu
digunakan untuk menggelar berbagai macam kesenian, selain kuda lumping, reog
ponorogo, ada juga samboyo dan tayub. Selain itu, kegiatan ritual masyarakat
setempat juga dilaksanakan di pendopo kasepuhan tersebut. Seperti selamatan
desa, musyawarah desa, malam tirakat (malam proklamasi) dan perkumpulan yang
dilaksanakan oleh warga setempat. Karena aku dan kakek telah cukup lama
beristirahat dan melihat-lihat pendopo kasepuhan, aku dan kakek pun
meninggalkan tempat tersebut dan melanjutan tempat selanjutnya.
Sambil
menaiki sepeda tua kakek, aku pun menikmati perjalanan dengan panas terik
matahari yang sangat kejam. Ketika diperjalanan kakek melewati sumber mata air
yang biasa disebut oleh warga sekitar dengan sebutan “Umbul”. Kemudian kakek
bercerita bahwa umbul tersebut terletak di Dusun Gemulo di desa kami ini. Umbul
ini merupakan salah satu tempat yang dijadikan perbatasan dengan desa tetangga
kami, yaitu Desa Sidomulyo. Umbul ini dijadikan mempunyai manfaat yang sangat
banyak bagi warga sekitar. Sumber mata air Umbul ini merupakan sumber mata air
yang disalurkan sampai Kota Malang selain itu juga digunakan sebagai tambak
ikan hias sekaligus rumah makan dan biasanya digunakan pula sebagai tempat
edukasi. Tidak lupa umbul ini juga digunakan untuk keperluan sehari-hari oleh
warga, seperti mencuci baju,mandi,dan lain-lain. Umbul ini juga merupakan
tempat yang digunakan sebagai tempat melaksanakan adat warga sekitar gemulo
sendiri yaitu digunakan sebagai selamatan yang bertujuan untuk sedekah antar
warga agar tempat tinggalnya gemah ripah loh jinawi, serta para warga diberi
kesehatan dan banyak rezeki. Itu cerita sekilas dari kakek setelah melewati umbul.
Hari
pun telah berganti menjadi sore, aku dan kakek singgah disebuah tempat makan
pinggir jalan di Dusun Gintung. Ketika aku sedang menikmati makanan, tanpa
sengaja aku melihat gerumbulan para bapak-bapak yang sedang membawa makanan. Melihat
hal itu, akupun bertanya kakek.
Kakek pun menjawab bahwa di Dusun
Gintung telah diadakan selamatan tirakat. “Apa itu selamatan tirakat kek?” kataku
dengan wajah penasaran. “ Selamatan tirakat, dimana selamatan artinya selamat
yaitu kegiatan perkumpulan dengan maksud sedekah antar warga dan saling berdoa
agar diberi keselamatan dalam memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan Bangsa
Indonesia.” kata kakekku. Mulai dari itupun aku faham bahwa selamatan adalah
sedekah dengan maksud agar selalu diberi limpahan kesehatan dan rezeki. Di desa
Bulukerto ini ada berbagai macam acara selamatan yang mempunyai tempat sendiri-sendiri
tergantung dari masing-masing dusun.
Ada yang namanya Barik’an yaitu selamatan yang
diadakan pada hari kamis kliwon setiap bulan Sya’ban. Untuk Dusun Cangar berada di Ringin Anom,
Dusun Keliran berada di Punden Keliran, Dusun Gemulo di sumber mata air Umbul,
Dusun Buludendeng berada di Punden Kasepuhan dan Dusun Gintung di makan Mbah
Imam Sujono. Begitu asyik percakapan kami sampai-sampai lupa kalau warung nasi
ini sudah mau ditutup. Akhirnya melanjutkan kami melanjutkan perjalanan
selanjutnya.
Langkah
kami terakhir adalah melihat suatu kampung yang dulu masih berupa ladang
persawahan namun kini telah berubah menjadi rumah yang padat dalam gang kampung
yang sangat populer dengan sebutan kampung baru. Kukira kampung ini adalah
kampung kecil karena aku melihat dari sisi jalan masuk gang yang lumayan
sempit. Setelah aku memasuki kampung tersebut ternyata kampungnya sangat luas
dan padat penduduk. Tak kukira kampung yang begitu kecil mempunyai banyak
keistimewaan didalamnya. Kakekku menceritakan kepadaku, bahwa warga kampung ini
saling berusaha untuk menjadikan kampung ini menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Kampung ini dibentuk warga menjadi kampung edukasi sekaligus
kampung hiburan yang nyaman untuk anak. Dalam dinding-dingin rumah warga telah dihiasi
dengan lukisan yang sangat indah, selain lukisan ada juga slogan-sogan yang
ditulis di dinding yang mempelopori para warga akan hak-hak anak didunia ini.
Selain itu dikampung ini ternyata juga terdapat perpustakaan keliling yang
terbuat dari gerobak yang tidak terpakai. Karena aku sangat suka berfoto, akupun
berjalan-jalan keliling kampung untuk mencari tempat foto yang bagus. Akhirnya
menemukan tempat yang sangat indah. Dengan
dihiasi gemerlap lampu malam yang berkelip-kelip di atas ranting pohon dilengkapi
dengan daun dan bunga yang terbuat dari botol bekas air minum. Hal ini begitu
mengejutkanku. Aku sangat terkesan dengan kampung ini. Kampung yang mendapat
julukan kampung ramah anak. Setelah lama aku dan kakek berkeliling menyusuri
kampung ini, ada seseorang yang tiba-tiba menyapa kakekku. Ternyata dia adalah
seorang pemimpin di kampung yaitu bapak RT. “kenapa kampung ini dijuluki dengan
gang ramah anak?sepertinya dulu dijuluki kampung baru?”kata kakekku.”karena
warga kampung ini mempunyai bertambah banyak penduduknya terutama anak-anak
kecil. Sehingga para pemuda kampung ini mempunyai inisiatif yaitu merenovasi
dan membuat wahana bermain untuk anak sekaligus tempat edukasi bagi anak-anak
kampung ini. Para pemuda kami bermaksud untuk mengalihkan kebiasaan anak-anak
yang bermain gadget menjadi bermain berbagai macam mainan tradisional yang
telah disediakan,dengan begitu hubungan sosial kemasyarakatan anak-anak juga
akan terjalin,sehingga anak-anak tidak sibuk dengan dirinya dan dunianya
sendiri akan tetapi lebih mengenal teman sebayanya dengan bermain bersama.
Untuk menarik perhatian anak-anak,pemuda kami saling gotong royong membuat
mural didinding-dingin rumah warga serta dijalan-jalan. Tak lupa pula,anak-anak
diperkenalkan dengan berbagai macam permainan tradisional seperti ular
tangga,congklak,ayunan,dakon,dan masih lagi .” cerita panjang dari pak RT.
Karena
tempat ini yang begitu nyaman, maka tak terasa waktuku dan kakek berjalan-jalan
telah usai. Padahal sebenarnya masih banyak sekelumit pertanyaan yang ingin aku
tanyakan kepada beliau. Akan tetapi kakek sudah mengajakku untuk kembali
kerumah. Aku juga tahu wajah letih kakek yang seharian ini menemaniku. Walaupun
kakek tak pernah mengeluh dengan sejuta pertanyaan dan kenakalanku yang mengajak
kakek untuk terus berpetualang. Terima kasih kakek yang seharian ini sudah
memanjakan aku menikmati keindahan dan kesejukan kampung desaku tercinta.
Perjuangan kakek mulai dari puluhan tahun yang lalu dan semangat kakek yang
terus melestarikan kebudayaan serta kesenian desa ini perlu diberi penghargaan
yang setinggi-tingginya. Sekarang giliranku yang harus meneruskan semangat dan
perjuangan kakek. Kebudayaan, adat istiadat, dan kearifan lokal harus terus
dipertahankan. Kalau tidak sekarang lalu kapan lagi?. Itulah sekelumit
perjalanan singkatku bersama kakek. Banyak pelajaran yang aku dapatkan dari
perjalanan singkat ini. Mudah-mudahan aku bisa menjadi manusia tangguh seperti
kakek. TAMAT.